SMA Plus Negeri 17 Palembang mewajibkan siswa-siswi kelas X tinggal di asrama selama dua semester (1 tahun). Tujuan awal adalah mendidik siswa-siswi baru agar mempunyai persepsi yang sama tentang sekolahnya serta membangun kebersamaan yang kokoh antar teman seangkatan dan dengan kakak-kakak kelasnya (disebut senior untuk kelas XI dan super senior untuk kelas XII). Dengan berbagai latar belakang pendidikan dan keluarga siswa dan bahkan dari berbagai daerah di seluruh Sumatera Selatan (bahkan beberapa siswa datang dari propinsi lain) tentu tidak mudah menyatukan pandangan siswa tentang visi dan misi sekolah sambil mereka menjalankan kewajibannya sebagai pelajar. Inilah beban berat pembina asrama yang didukung penuh kepala sekolah, Bapak Merki Bakri, S.Pd., M.Si.
GEDUNG DAN FASILITAS
Terdiri dari asrama putra, asrama putri, asrama pembina putri, ruang makan putra, ruang makan putri, dan dapur. Asrama putri diberi nama asrama Cut Nyak Dien (CND), Dewi Sartika, dan Cut Meutia. Asrama CND terdiri dari sebuah bangunan bedeng bertingkat dua, 8 kamar di bagian bawah dan 8 kamar di bagian atas. Rata-rata dihuni antara 7-9 siswi putri per-pintu. Label untuk tiap kamar adalah CND 1, CND 2, CND 3, dan seterusnya hingga CND 16. Sedangkan Dewi Sartika dann Cut Meutia berbentuk rumah biasa masing-masing memiliki enam kamar. Maksimum empat orang per kamar tetapi hingga saat ini paling banyak dihuni 2 orang. Cut Meutia diperuntukkan bagi siswi kelas XI dan XII yang tidak wajib tinggal di asrama tetapi karena alasan tertentu memilih tinggal di asrama. Misalnya berasal dari luar kota atau ingin berkonsentrasi di pelajaran dan meminimalkan gangguan seperti yang mereka dapati di rumahnya. Dewi Sartika diperuntukkan bagi kedua pembina asrama putri, Miss Cho dan Bu Suster.
Asrama putra terdiri dari lima buah rumah mirip Dewi Sartika dan Cut Meutia, masing-masing dinamai pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, yaitu Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Mahmud Badaruddin II, Pangeran Diponegoro, dan Sultan Hasanuddin. Sama seperi halnya Dewi Sartika dan Cut Meutia, masing-masing asrama putra juga memiliki enam kamar, masing-masing kamar memiliki satu kamar mandi dan empat tempat tidur. Jadi maksimum juga empat orang per kamar. Tempat tidur yang disediakan berupa tempat tidur bertingkat dua ukuran satu orang. Bedanya dengan tempat tidur putri, untuk putra bahan dasarnya semua besi agar lebih kuat. Jadi mau yang gendut atau yang kurus di atas tak menjadi masalah. Sedangkan tempat tidur putri berbahan kayu sehingga siswi berbadan gemuk harus tidur di tempat tidur bagian bawah. Letak asrama putri tepat berseberangan dengan asrama putra dan dipisahkan oleh sebuah mesjid dan jalan beton selebar kurang lebih empat meter. Jalan beton menghubungkan setiap bangunan di lingkungan asrama dengan bentuk melingkar.
Mesjid berada tepat di tengah-tengah lingkungan asrama. Di muka mesjid berdiri dua ruang makan, putra dan putri. Lucunya, ruang makan putra letaknya lebih dekat ke asrama putri dan sebaliknya. Masing-masing ruang makan dilengkapi dengan meja makan berfasilitas empat orang dan sebuah televisi. Acara ‘nonton bareng’ paling terasa jika ada kegiatan lokal bersifat nasional. Misalnya saat Sriwijaya FC bertanding. Acara ini makin seru saat Sriwijaya FC masuk final. Semua siswa seakan tak punya PR dan siap berangkat ke sekolah keesokan harinya hanya dengan modal dengkul.
Di sisi kiri mesjid atau di sebelah kiri ruang makan terdapat dapur. Di sinilah mbak-mbak dapur menyiapkan makanan untuk para siswa. Pegawai dapur berjumlah 16 orang. Mereka dibantu 12 cleaning servis (anak-anak lebih suka menyebutnya OB/Office Boy) yang terdiri dari anak-anak muda yang berstamina tinggi dan semangat penuh. Selain makan bersama di ruang makan khusus putra atau putri, siswa juga diperbolehkan makan di ruang makan dapur. Beberapa siswa memilih tempat ini sebagai ruang makan rutinnya. Yang tidak diperbolehkan adalah membawa makanan ke asrama atau ke dalam kamar. Dapur hanya menyediakan peralatan makan untuk makan siang, setelah siswa-siswi melakukan sholat zhuhur berjamaah. Untuk sarapan dan makan malam, siswa-siswi harus membawa peralatan makan sendiri dan mencucinya sendiri. Untuk itu disediakan ember-ember besar dan kran air di bagian kiri depan dapur.
Di sisi kanan CND, persis di sudut komplek asrama, tempat tinggal koordinator asrama berupa sebuah rumah mungil dengan dua kamar. Kebetulan kepala sekolah mempercayakan tugas itu pada saya pada tahun pelajaran 2007-2008 yang akan berakhir Juni 2008. Meski tidak terlalu besar tapi sengaja tak saya tempatkan banyak barang agar dapat digunakan sebagai tempat berkumpul siswa untuk keperluan tertentu dan tentu saja alasan utamanya agar kalau nanti tak lagi menjadi koordinator asrama, saya tak perlu memindahkan banyak barang. Hanya barang-barang paling penting yang saya bawa, yaitu kulkas, televisi, peralatan elektronik, peralatan pribadi kami, dan tentu saja buku. Buku merupakan benda terbanyak jumlahnya di rumah mungil itu.
PERATURAN, KEGIATAN DAN PENGALAMAN DI ASRAMA
Kegiatan siswa asrama telah terjadwal meskipun bukan harga mati. Sebagai pengganti orang tua siswa, pembina asrama berusaha menciptakan suasana kekeluargaan di lingkungan asrama. Kemarahan bukanlah jalan yang dipilih untuk meluruskan siswa yang melanggar peraturan tetapi marah tidak tabu dilakukan jika memang hanya itu cara yang membuat siswa bisa memahami aturan.
Pada momen tertentu diadakan lomba kebersihan dan kerapian asrama dengan tema yang disesuaikan. Misalnya pas acara tujuh belasan bertema ‘tujuh belasan’, pas hari valentine bertema ‘aku dan cinta’. Yang akan datang rencananya akan dilaksanakan untuk April Mop. Pembina asrama mendukung penuh kegiatan ini karena akan membangkitkan kreativitas siswa menghias ‘rumahnya’ dan lingkungan asrama menjadi lebih indah dan segar dengan pemandangan baru.
Tinggal di asrama tidak sepenuhnya menakutkan. Biasanya hal yang paling tidak ingin kita lakukan adalah mencuci pakaian sendiri. Selain harus berbasah-basah keringat dan air yang sebenarnya, juga menyita waktu. Siswa-siswi di asrama SMA Plus Negeri 17 palembang umumnya menitipkan tugas itu pada tetangga sekitar asrama atau orang tua mereka yang mengambil dan mengantar pakaian satu atau dua kali seminggu. Biasanya saat masuk asrama jam 4 sore hari Minggu, mereka membawa pakaian bersih yang telah licin disetrika. Hari Selasa atau Rabu keluarga mereka akan datang mengambil pakaian kotor. Hari Sabtu siang sekitar jam dua mereka diperbolehkan pulang kembali ke rumah dan kembali lagi Minggu sore keesokan harinya. Kesempatan ini digunakan siswa untuk membawa pulang pakaian-pakaian kotor mereka.
Acara pulang ke rumah selalu menjadi hal paling menyenangkan. Karena biasanya akan menjadi orang paling penting di rumah setelah ’seminggu’ menjadi orang yang ‘jauh dari keluarga’. Biasanya orang tua akan dengan sangat senang hati memprioritaskan kepentingan putra-putrinya yang kembali dari asrama, memberikan servis berlebihan agar anak-anak mereka tak merasa ‘dibuang’ selama seminggu. Padahal kenyataannya, anak-anak itu enjoy-enjoy saja tinggal di asrama. Tapi tentu akan dengan senang hati menikmati ’servis memuaskan’ yang diberikan orang tua saat mereka kembali ke rumah.
Jumat, 06 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)







0 komentar:
Posting Komentar